Evy adalah seorang gadis
yang berusia 13 tahun dan sedang bersekolah di SD Muhamadiyah Pulokadang kelas
6 SD. Evy harus rela menerima kenyataan pahit setelah Gempa Bantul beberapa
tahun lalu yang mana dia harus mengalami kelumpuhan. Setiap harinya Evy harus
duduk di kursi roda sederhana yang memerlukan bantuan orang untuk mendorong.
Karena dia merasa memiliki keterbatasan fisik, psikologis Evy pun menjadi
berbeda tidak seperti pada saat Evy masih memiliki fisik yang normal.
Dia menjadi orang yang
tertutup, minder, agak pemalu dan pendiam. Setiap orang yang mengajak ngobrol,
dia pun akan menjawab dengan suara lirih dan sangat singkat. Terkadang, air
mata pun sering menetes dari matanya ketika ada obrolan yang mengingatkan dia
pada kejadian yang membuatnya menjadi lumpuh.
Dia pernah bercerita
sekaligus berkeluh kesah kepada saya. Cerita itu yang juga membuat air matanya
menetes. Setelah mengalami kelumpuhan, dia menjadi minder sekali. Apalagi di
sekolah, teman-temannya mulai menjauh dan tidak mau berteman dengan dia setelah
Evy mengalami kelumpuhan. Bahkan, teman-teman laki-laki Evy yang satu kelas
juga sering mengolok-olok dengan mengatakan..”Hei Evy si penghuni kursi roda”
dan juga “Evy kan sekarang cacat”. Sesungguhnya tidak hanya teman laki-laki
yang mulai menjauhi Evy, namun juga beberapa teman perempuan yang lain. Evy
mengatakan hanya memiliki 3 orang teman saja di kelas. Ketiga temannya itu yang
juga menjadi tetangga dekat Evy yang
dengan ikhlas mau mendorongkan kursi rodanya dari rumah sampai ke sekolah.
Pada saat kegiatan Outbond Capacity Building, kader program (Ibu Wied) dari Dusun Evy tinggal
(Dusun Kralas) mengajak Evy untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut. Khusus
untuk Evy, dia diberangkatkan dengan mobil Tagana yang dibawa oleh korlokal komunitas
Pusaka (Mas Sawadi). Menurut keterangan Ibu Wied, awalnya Evy sempat enggan
untuk ikut kegiatan tersebut, namun Ibu Wied terus memotivasi untuk mau
bersosialisasi dan terbuka dengan teman-teman yang lain. Akhirnya, Evy pun bersedia mengikuti kegiatan
Outbond Capacity Building tersebut. Evy pun sudah merasa bosan karena dia
sudah lama tidak bisa bermain dan berkumpul di luar bersama teman-teman ataupun
tetangga-tetangganya.
Ketika saya mendampingi
kegiatan Outbond Capacity Building, saya melihat Evy tampak sumringah dan tidak terlihat wajah suram ataupun muram di
wajahnya. Dia pun mulai membuka diri dengan teman-temannya pada saat ada
permainan kelompok. Sang fasilitator pun juga bisa merangkul dia agar teman-temannya
yang lain bisa menerima dan tidak kaget dengan keberadaannya. Evy pun dengan
senang hati memgikuti apa yang diinstrusikan fasilitator kepada peserta.
Seringkali dia melemparkan senyum untuk teman-teman dan para fasilitator yang
lain.
Hari berikutnya setelah
kegiatan selesai diadakan, saya menyempatkan datang ke rumah Evy setelah
selesai berkunjung ke rumah Pak Dukuh. Selain ingin melakukan Home Visit, saya
ingin mengetahui perasaan Evy setelah mengikuti kegiatan Outbond Capacity Building. Dia menceritakan bahwa dia sangat senang
mengikuti kegiatan tersebut. Sudah lama sekali, setelah dia harus duduk di
kursi roda, dia tidak pernah lagi berkumpul dan bermain bersama dengan
teman-temannya. Akhirnya dia bisa merasakan lagi kehangatan dan kebersamaan
berkumpul dengan teman-teman sebayanya. Dengan kegiatan yang mengumpulkan dia
bersama teman-temannya kemarin, ditambah motivasi dan support dari kakak-kakak
fasilitator dari Tagana dan educator FSP, Evy pun merasa dibesarkan hatinya.
Sehingga dia pun mulai mau membuka dirinya lagi, setelah sekian lama dia
menutup diri karena minder dengan keterbatasan fisiknya.
Dia juga berharap, akan sering-sering ada kegiatan
yang bisa mengumpulkan dan mengakrabkan dia dengan teman-teman sebayanya.
Itulah harapan yang disampaikan kepada saya selaku educator (perwakilan) dari
SOS CV.
Pusaka - Sari - Bantul
No comments:
Post a Comment